Kamis, 10 Agustus 2006

MASIHKAH MEREKA BANGGA MENJADI WARGA AMERIKA SERIKAT?

oleh Maisya Farhati*
Manusia adalah binatang yang bermoral, dan
tidak ada tujuan politik dan ekonomi yang dapat terus bertahan
kecuali dilandasi oleh moral.
(Mark Blaug)

Amerika Serikat (AS) yang disebut-sebut sebagai Negara Adidaya memang benar-benar melambangkan sebuah kemapanan. Namun sayang, kemapanan itu hanya sebatas materi semata. Kemapanan ekonomi dan politik kemudian menjadi sesuatu yang agung di mata mereka yang (lagi-lagi) sayangnya berusaha diraih dengan menghalalkan segala cara.
AS memang arogan, banyak orang yang sudah menyadarinya. Banyak negara yang kontra Amerika namun di sisi lain negara-negara itu tetap manut pada negeri Paman Sam yang amat berkuasa itu. AS kerap muncul di tengah permasalahan dan urusan rumah tangga negara lain. AS kerap muncul dengan kedok memberi bantuan dan menegakkan keadilan dan perdamaian. AS berpura-pura muncul sebagai pahlawan. Memalukan!
Konflik Israel-Palestina yang kini merembet ke Libanon juga tak lepas dari peran dan dukungan AS. Pertanyaan kasar yang kemudian muncul adalah, Apakah mereka masih punya otak untuk membedakan mana yang benar dan salah?. Nampaknya keserakahan akan kehidupan dunia sudah merusak otak mereka sehingga benar-salah di mata mereka selalu berhubungan dengan untung-rugi yang mereka peroleh. Yang menguntungkan dianggap benar, sedangkan yang merugikan dianggap salah.
Sebenarnya, kita perlu merasa kasihan terhadap sikap AS tersebut. Negara Adidaya itu sejak dahulu memang telah disetir oleh kepentingan Bangsa Yahudi yang merupakan bangsanya orang-orang Israel. AS terus mendukung Israel karena mempunyai kepentingan ekonomi yang cukup signifikan. AS membutuhkan Israel yang pengaruhnya sangat kuat pada berbagai sentra-kapital seperti MNC (Multi National Corporation), TNC (Trans National Corporation), juga organisasi multilateral seperti WTO (World Trade Organization), IMF (international Monetary Fund), dan World Bank.

Secara terang-terangan, AS mendukung berbagai serangan biadab yang dilancarkan Israel ke Palestina dan Libanon. Padahal menurut jajak pendapat yang dilakukan di negara-negara Eropa, Israel dianggap sebagai ancaman terbesar bagi perdamaian dunia. Jika jajak pendapat serupa dilakukan di seluruh negara pun, hampir bisa dipastikan tetap menobatkan Israel sebagai pengacau sejati akan perdamaian dunia. Lalu, di mana AS yang dulu menggemakan perdamaian, hak asasi manusia, dan menjadi salah satu penggagas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)? PBB pun sepertinya kini tinggal nama. PBB bukan milik dunia, melainkan milik AS dan segala keangkuhannya. PBB ada di bawah pengaruh AS dengan hak vetonya. Menyedihkan.

Sudah begitu banyak kebencian yang terpatri di kalangan dunia terhadap AS. Namun ternyata, kebencian itu tak hanya datang dari pihak luar, namun juga dari warga negara AS sendiri. Mereka tak hanya benci, tapi juga malu akan sikap negaranya yang sangat arogan dan seakan tak punya hati itu. Mereka benci pada pemerintah AS yang terus mendukung aksi kejam Israel. Mereka benci pada pemerintah AS yang mendukung dan melakukan pembunuhan dengan alasan membasmi terorisme. Makna terorisme itu sendiri patut kembali dipertanyakan. FBI mendefinisikan terorisme sebagai kekuatan yang tidak legal demi mencapai tujuan politik, sementara manusia yang tidak berdosa menjadi sasarannya. Sudahkah AS berpikir jernih, siapakah teroris yang sebenarnya?

Salah satu warga AS yang sangat gencar menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap sikap pemerintah AS adalah Paul Craig Roberts, mantan wakil Menkeu dalam kabinet Ronald Reagan. Berikut salah satu tulisannya, seperti diberitakan oleh harian Republika edisi 7 Agustus 2006: Tahukah Anda, apakah itu musuh-musuh negara Yahudi? Mereka itu adalah warga Palestina, rakyat yang tanahnya dicuri negara Yahudi itu, yang rumah dan tanaman zaitunnya dihancur ratakan negara Yahudi itu, yang anak-anak mereka dibunuh di jalanan oleh serdadu negara Yahudi. Ketika negara Anda begitu melindungi negara Yahudi itu, masihkah Anda menyisakan kebanggaan untuknya?

Ya, masihkah warga AS bangga akan bangsanya itu? Masihkah mereka bangga akan negaranya yang membiarkan setiap detik bagi rakyat Palestina dan Libanon adalah jerit pilu dan tetesan darah? Masihkah?

*Mahasiswa Ilmu Ekonomi UGM
Anggota Redaksi Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa EQUILIBRIUM FE UGM
-The most important thing is not so much where we are, but in what direction we move-